Orang kafir Quraisy tidak mampu meniup cahaya Ilahi, tidak bisa meniup mata hati mereka akan kebenaran Al-Quran. Semua isi Al-Quran itu diakuinya benar, tidak dapat dibantah, tetapi kekufuran yang berdaulat di hati mereka telah menggelapkan mata mereka, sampai akhirnya mereka nekat akan membunuh Rasulullah Saw. Mereka menyangka bahwa dengan pembunuhan itu segala persoalan akan selesai dan akan hilang segala sesuatu yang tidak mereka inginkan.
An-Nadhr binil Haris, yang sering dipanggil dengan nama Abu Sahmin (juara panah), seorang tokoh dan pemimpin Quraisy yang besar pengaruhnya, mengadakan rapat di Darun Nadwah. Dengan dibantu oleh seorang pujangga terkemuka, Zibaro, dia memanaskan hati orang yang hadir, membakar nafsu, dan membangkitkan amarah serta kebencian kepada Rasulullah Saw.
Dengan bahasa dan cara yang menarik, ia mengatakan: “Mati lebih baik bagi kamu sekalian daripada hidup,” karena agama nenek moyang diganggu dan kepemimpinan berpindah tangan. Dalam rapat tersebut, Abu Jahal turut menyambut, menjelaskan kelemahan-kelemahan Rasulullah. Rasulullah hanya seorang diri, sedangkan kabilahnya, Banu Hasyim, orangnya tidak banyak. Kabilah ini hanyalah satu kabilah dari kabilah-kabilah Quraisy yang banyak jumlah.
Abu Jahal berkata: “Apakah tidak ada di antara kamu yang mau menyumbangkan hidupnya demi ketentraman bangsanya yang selalu dirongrong oleh Muhammad?” Lalu Abu Jahal menundukkan kepalanya.
Rasulullah shalat dengan khusu, ruku dan sujudnya agak lama.
Kawan-kawan Abu Jahal bertambah terkejut dan heran setelah melihat mihras yang besar itu terjatuh dari tangannya dan jarinya berlumuran darah, dia lari terbirit-birit. Dia meminta tolong kepada kawan-kawannya karena badannya tidak bertenaga lagi, kemudian dia jatuh pingsan.
Setelah Abu Jahal sadar, ia menerangkan bahwa Muhammad itu mahjub, tertutup dalam lindungan, mihras tidak dapat digunakan, dan pada saat itu ia melihat seekor unta yang sangat besar, seakan-akan mau menelannya. Kawan-kawannya menertawakannya, sebab mereka tidak melihat apa-apa, tidak ada unta dan tidak ada sesuatu yang menghalangi Rasulullah. Mereka heran mengapa Abu Jahal lari ketakutan, padahal tidak terlihat ada sesuatu yang menakutkan dia. Kemudian mereka berkata: “Yang jelas, kamu Abu Jahal masih hidup, lalu kamu lari.”
Abu Jalah menjawab: “Kamu tidak mungkin dapat menipu atau membujuk aku.” Mereka tidak percaya akan omongan Abu Jahal itu, dan menyangka Abu Jahal berdusta, alasannya dibuat-buat untuk menyembunyikan ketakutannya akan kematian. Sehubungan dengan itu, pemimpin mereka, An-Nadhr atau Abu Sahmin, berkata: “Besok kita ulangi!” Lalu dijawab oleh kawan-kawannya, “Siapa yang dapat melakukannya, pasti akan dinobatkan sebagai pemimpin kami.”
Pada keesokan harinya mereka berkumpul dekat tempat salat Rasulullah dengan tekad yang bulat dan dengan keyakinan pasti bahwa dia akan menang. Begitu Rasulullah datang, dengan cepat mereka menyerbu Rasulullah. Tetapi mereka tidak dapat mendekatinya, sebab dengan cepat Rasulullah mengambil segenggam pasir, lalu ditaburkan ke arah mereka, sambil membaca, “Haa miim, laa yunsharuun”, dan larilah mereka bertebaran.
Mereka menyaksikan mukjizat Al-Quran, tidak disangsikan lagi kebenarannya. Mereka tidak mampu menunjukkan kesalahannya. Sungguh terasa kenyataan dan terbukti kebenaran Al-Quran. Hati nurani mereka menerima, tetapi nafsu buruknya menolak. Karena takut ajaran Islam diterima oleh kaumnya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk melumpuhkan ajaran Islam, dengan mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa.
Ma’mar bin Yazir adalah orang yang termasyhur, dia orang yang paling berani di kalangan kaum Bani Khimamah, pengaruhnya besar, dan hartanya banyak. Sewaktu orang-orang meminta tolong kepadanya agar Muhammad dimusnahkan, dia segera menyanggupinya. Dia berbesar hati karena anak buahnya banyak, bila ia cedera tentu ditolong, bila mesti membayar denda pembunuhan, dapat segera dibayar karena dia seorang hartawan.
Dengan langkah yang ringan dan hati yang riang ia pergi membawa pedangnya yang panjangnya tujuh jengkal dan lebarnya satu jengkal. Ia pergi menuju tempat salat Rasulullah di Masjidil Haram. Dengan pedang terhunus ia menunggu Rasulullah sujud. Tetapi tatkala pedang diangkat, dengan sontak mendadak ia melemparkan pdangnya, kemudian ia lari. Di Shafa, dekat Masjidil Haram, dia jatuh, mukanya terluka. Dengan muka yang berlumuran darah dia lari pulang ke akmpungnya.
Kawan-kawannya berkumpul, mereka menyucikan mukanya, setelah ia sadar, ia menerangkan bahwa ia lari karena takut dikejar oleh dua ekor ular besar, dan dia berkata: “Mulai sekarang saya tidak akan mau lagi mengganggu Muhammad.”
Mukjizat yang mereka lihat dengan mata kepala sendiri itu bukan tidak diterima oleh hati nurani, tetapi keingingan untuk taat kepada Islam tidak ada di hati mereka. Laksana orang yang masuk ke sebuah toko tetapi tidak berbelanja, bukan karena barangnya yang jelek, atau kualitasnya yang rendah, atau harganya yang mahal, dan bukan pula karena tidak ada daya beli, melainkan karena keinginan untuk berbenaja itu sendiri tidak ada. Demikianlah bila hati mengandung penyakit, dan bila hati sudah tertutup. Wallahu’alam**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan untuk komentar untuk PEMUDA PERSATUAN ISLAM BALEENDAH